Jakarta – Kabar duka menyelimuti dunia olahraga Indonesia. Salah satu tokoh yang familier di di kalangan olahraga nasional, Mayor Jenderal (Purn) I Gusti Kompyang Manila, yang akrab disebut IGK Manila, menghembuskan nafas terakhir pada hari Senin, 18 Agustus 2025 diusia 83 tahun di Rumah Sakit Bunda, Menteng, Jakarta.
IGK Manila, yang memiliki latar belakang militer, dikenal sebagai sosok yang aktif di berbagai bidang, termasuk beberapa cabang olahraga. Pria kelahiran Singaraja, Bali 8 Juli 1942 ini bersinar karena perannya sebagai Manajer Timnas Sepakbola yang meraih medali emas di ajang SEA Games 1991 di Manila, Filipina.
Saat itu, bersama tim asuhan pelatih Anatoly F Polosin, timnas putra Indonesia sebenarnya kurang diunggulkan. Namun justru berjaya dengan mengalahkan Thailand lewat adu penalti. Setelah kemenangan itu, Indonesia justru kesulitan mendulang emas sepak bola SEA Games, dan baru bisa kembali meraihnya 32 tahun kemudian di SEA Games 2023 di Kamboja.
Di level klub, peran IGK Manila di dunia sepakbola juga terlihat saat mengantarkan Bandung Raya menjuara Liga Indonesia 1996. Kemudian sebagai manajer Persija Jakarta, dia juga sukses mengukir prestasi manis dengan membawa Persija juara Liga Indonesia 2001.
Jasa IGK Manila di bidang olahraga juga terlihat dari perannya sebagai Ketua Umum Wushu Indonesia saat kali pertama pada awal 90-an. Tugas yang ia emban pada saat itu bisa dikatakan tidaklah mudah. Status Wushu pada saat itu yang merupakan cabang olahraga baru sempat mendapatkan rintangan karena banyak penggiat wushu yang ditangkap aparat karena membawa alat peraga dan identitas Tionghoa, hal yang sangat sensitif pada masa itu.
Di sisi lain, sempat dianggap mata-mata pemerintah represif oleh komunitas wushu yang mayoritas warga keturunan Tionghoa. Berkat dedikasi dan keberaniannya, Manila akhirnya diterima di kalangan wushu Indonesia. Dengan mandat dari Ketua Umum KONI Pusat kala itu, Surono Reksodimedjo, ia meyakinkan banyak pihak bahwa wushu berpotensi menjadi lumbung medali baru bagi Indonesia di ajang SEA Games.
Demi mewujudkan cita-cita besar tersebut, Manila tak segan menjalin komunikasi dengan sejumlah tokoh penting, termasuk Presiden Soeharto. Langkah ini diambil agar pemerintah dapat mengurangi sikap curiga dan pengawasan ketat terhadap komunitas wushu, yang pada masa itu erat dikaitkan dengan budaya Tiongkok.
Kebetulan, Manila sendiri merupakan mantan pengawal pribadi Soeharto. Dari wushu pula, ia terdorong mempelajari bahasa Mandarin. Perlahan, pintu dukungan terhadap wushu mulai terbuka. Usaha keras itu membuahkan hasil. Wushu kini menjelma sebagai salah satu cabang olahraga unggulan tanah air yang konsisten meraih prestasi internasional.
Puncaknya, Indonesia sukses menjadi juara umum cabang wushu pada SEA Games 1997 dengan koleksi 7 emas, 3 perak, dan 4 perunggu. Sejak pertama kali dipertandingkan di SEA Games pada 1993, total kontribusi wushu bagi Merah Putih mencapai 42 emas, 51 perak, dan 47 perunggu. Tak hanya di tingkat Asia Tenggara, di ajang Asian Games pun wushu Indonesia juga sudah menyumbangkan emas.
IGK Manila pun pun dikenang sebagai “Bapak wushu Indonesia. “Tanpa dedikasi dan pengorbanan beliau, wushu Indonesia mungkin tidak akan pernah lahir dan berkembang. Beliau berjuang keras di masa Orde Baru ketika segala hal yang berhubungan dengan Tiongkok masih ditolak. Hanya beliau yang berani menembus tembok itu untuk membuka jalan bagi wushu,” ungkap Wakil Ketua I PB Wushu Indonesia periode 2022–2025, Iwan Kwok.
Rasa kehilangan juga datang dari Ketua Umum PSSI, Erick Thohir atas Kepeluangan IGK Manila. “Beliau adalah sahabat sekaligus mentor yang penuh loyalitas dan tak kenal lelah. Kami pernah bekerja sama di Persija, bahkan membawa tim meraih gelar juara pada 2001. Terima kasih atas seluruh dedikasi yang telah diberikan,” ujarnya.